Minggu, 19 Februari 2017

Belajar dari orang buta

Belajar dari orang buta


Di jalanan yang gelap gulita, penduduk desa dengan diam-diam berlalu lalang. Waktu seorang Pertapa berputar melewati sebuah gang, dari kejauhan dia melihat ada satu lingkaran cahaya lampu yang mendekat ke arahnya. Dia mendengar ada salah satu penduduk desa berkata ”Si buta sudah datang kemari”
Si pertapa sangat terkejut mendengarnya, lalu bertanya kepada penduduk desa itu, ”Yang memikul lampu (jyotir) dengan tongkat itu apakah betul seorang tunanetra?” ”Dia benar seorang tunanetra,” orang itu dengan pasti memberitahunya.
Pertapa bagaimanapun tidak habis pikir. Seorang tunanetra yang tidak bisa melihat konsep siang dan malam sedikitpun, membawa jyotir tapi dia sendiri tidak melihat jalan, bahkan tidak tahu sinar lampu itu berupa apa, dia memikul sebuah jyotir, apakah tidak membuat orang bingung dan merasa lucu? Jyotir itu makin mendekat, lingkaran cahayanya dari gang yang jauh perlahan-lahan sampai di depan Pertapa itu.
Sang pertapa yang masih bingung dan tak habis pikir itu, sudah tidak dapat menahan diri lantas bertanya, ”Maaf sebelumya, saya mau bertanya apakah Anda benar seorang tunanetra?” Si tunanetra yang memikul jyotir itu menjawabnya, ”benar, sejak memasuki dunia ini, sepasang mata saya selalu dalam kekacaubalauan.”
Pertapa bertanya, ”Jika Anda tidak dapat melihat apapun, mengapa Anda membawa jyotir?” Si tunanetra berkata, ”Sekarang apakah malam hari? Saya dengar tidak ada penyinaran lampu pada malam hari, jadi orang sedunia menjadi buta seperti saya, maka itu saya menyalakan sebuah jyotir.” Seperti ada yang disadari oleh Pertapa, lalu berkata, ”Jadi Anda memberi penyinaran untuk orang lain?” Tapi si tunanetra malah menjawab, ”Tidak, ini demi saya sendiri.”
”Demi Anda sendiri?” Sang pertapa sekali lagi melongo. Si tunanetra balik bertanya pada pertapa dengan nada rendah, “ Apakah Anda pernah karena malam hari gelap gulita ditabrak oleh orang lain?” Pertapa itu bilang, “Iya, ini adalah hal yang sering terjadi, seperti tadi, ditabrak oleh dua orang yang kurang hati-hati.”

Si tunanetra mendengar, lalu bangga dengan dirinya dan berkata, “Tapi saya tidak pernah. Meskipun saya tunanetra, dan tidak melihat apapun, tapi saya membawa jyotir ini, selain dapat menyinari orang lain, juga supaya orang lain melihat saya, sehingga mereka tidak akan menabrak saya.”
Pertapa itu mendengar, tersadarlah. Dia menengadah ke langit menghela napas panjang-panjang sambil berkata, ”Saya dari ujung langit sampai ke penjuru laut mencari Brahman, tidak disangka Brahman sudah berada di sisiku, sifat Brahman pada manusia bagaikan sebuah jyotir, asalkan saya menyalakannya, meskipun saya tidak melihat Brahman, tapi Brahman tetap bisa melihat saya, Sang pertapa menyadari kekeliruannya.
Renungan
Memang benar, setiap orang yang baik budhi mempunyai kewajiban menyalakan lampu kehidupan yang dimilikinya, selain menerangi orang lain, lebih-lebih telah menerangi diri sendiri.
Hanya dengan menerangi orang lain terlebih dulu, baru bisa menerangi diri kita sendiri. Inilah adalah sifat Brahman yang berada dalam manusia yang sering kita sebut sebagai Atman. Di saat seseorang memberi toleransi dan cinta kepada orang lain, bersamaan itu juga kita juga bisa mendapatkan toleransi dan cinta.
Demi orang lain nyalakanlah Brahma-jyotir yang berada di dalam jiwa kita, dengan demikian di dalam kegelapan kehidupan manusia, kita bisa menemukan keamanan dan kecemerlangan diri sendiri. Tamaso ma jyotir gamaya.
Jika Anda terkesan sampaikan hal ini demi kebajikan Anda Jika Anda tidak tersentuh silahkan masukkan ke Recycle Bin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar