Kamis, 17 Desember 2015

Mitologi Narasinga di Hindu.

Narasinga (disebut jugaNarasinghNārasiṃha) adalah awatara (inkarnasi/penjelmaan)Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Narasinga merupakan simbol dewa pelindung yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya.
Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga(zaman kebenaran), seorang rajaasura Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma. Setelah Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya, Hiranyakasipu meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.
Sementara ia meninggalkan rumahnya untuk memohon berkah, para dewa yang dipimpin oleh Dewa Indra, menyerbu rumahnya. Narada datang untuk menyelamatkan istriHiranyakasipu yang tak berdosa, bernama Lilawati. Saat Lilawati meninggalkan rumah, anaknya lahir dan diberi nama Prahlada. Anak itu dididik oleh Narada untuk menjadi anak yang budiman, menyuruhnya menjadi pemuja Wisnu, dan menjauhkan diri dari sifat-sifat keraksasaan ayahnya.
Mengetahui para dewa melindungi istrinya, Hiranyakasipu menjadi sangat marah. Ia semakin membenci Dewa Wisnu, dan anaknya sendiri, Prahlada yang kini menjadi pemujaWisnu. Namun, setiap kali ia membunuh putranya, ia selalu tak pernah berhasil karena dihalangi oleh kekuatan gaib yang merupakan perlindungan dari Dewa Wisnu. Ia kesal karena selalu gagal oleh kekuatan Dewa Wisnu, namun ia tidak mampu menyaksikan Dewa Wisnu yang melindungi Prahlada secara langsung. Ia menantang Prahlada untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada menjawab, “Ia ada dimana-mana, Ia ada di sini, dan Ia akan muncul”.
Mendengar jawaban itu, ayahnya sangat marah, mengamuk dan menghancurkan pilar rumahnya. Tiba-tiba terdengar suara yang menggemparkan. Pada saat itulah Dewa Wisnu sebagai Narasinga muncul dari pilar yang dihancurkan Hiranyakasipu. Narasinga datang untuk menyelamatkan Prahlada dari amukan ayahnya, sekaligus membunuh Hiranyakasipu. Namun, atas anugerah dari Brahma, Hiranyakasipu tidak bisa mati apabila tidak dibunuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tepat. Agar berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku, ia memilih wujud sebagai manusia berkepala singa untuk membunuh Hiranyakasipu. Ia juga memilih waktu dan tempat yang tepat. Akhirnya, berkah dari DewaBrahma tidak berlaku. Narasinga berhasil merobek-robek perut Hiranyakasipu. Akhirnya Hiranyakasipu berhasil dibunuh oleh Narasinga, karena ia dibunuh bukan oleh manusia, binatang, atau dewa. Ia dibunuh bukan pada saat pagi, siang, atau malam, tapi senja hari. Ia dibunuh bukan di luar atau di dalam rumah. Ia dibunuh bukan di darat, air, api, atau udara, tapi di pangkuan Narasinga. Ia dibunuh bukan dengan senjata, melainkan dengan kuku.
Membunuh Hiranyakasipu dengan mengambil wujud sebagai Narasinga merupakan salah satu cara menghukum yang paling sadis dari Dewa Wisnu. Di India, Narasinga sangat terkenal. Dalam festival tradisional India, kisah ini berhubungan dengan perayaan Holi, salah satu perayaan terpenting di India. Dari sinilah Narasimha menjadi terkenal. Di India Selatan, Narasinga sering dituangkan ke dalam bentuk seni pahatan dan lukisan. Narasinga merupakan awatara yang paling terkenal setelah Rama dan Kresna.
Narasinga memberi contoh bahwa Tuhan itu ada dimana-mana. Rasa bakti yang tulus dari Prahlada menunjukkan bahwa sikap seseorang bukan ditentukan dari golongannya, ataupun bukan karena berasal dari keturunan yang jelek, melainkan dari sifatnya. Meskipun Prahlada seorang keturunan Asura, namun ia juga seorang penyembah Wisnu yang taat.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…

Rabu, 16 Desember 2015

Makna upacara mewinten.



Upacara Pawintenan


Pengertian
Upacara pawintenan adalah upacara mensucikan seseorang oleh Nabeyaitu Sulinggih Dwijati yang sudah berwenang melakukan pawintenan. Berwenang melakukan pawintenan, berdasarkan panugrahan (ijin) dari Nabe Sulinggih itu, atas pertimbangan kemampuan spiritual yang tinggi (jnyana), lamanya mediksa, dan pertimbangan-pertimbangan lain-lain.
Kata mawinten berasal dari dua kata dalam bahasa kawi yakni: mawa, daninten. Mawa artinya: menjadi, dan inten artinya suci, bercahaya, dan sakral. Dari pengertian ini terkandung makna bahwa seseorang yang sudah mewinten diharapkan menjadi suci, berkharisma, dan sakral sehingga patut mendapat kedudukan sosial di masyarakat sebagai seorang ekajati. Ekajati artinya kelahiran yang pertama; bila dikemudian hari mediksa, ia akan menjadi seorang dwijati atau kelahiran yang kedua.
Siapakah yang boleh mawinten ?
Semua orang terutama yang sudah memasuki masa wanaprastin asrama.Wanaprastin asrama adalah masa seseorang sudah melewati gryahasta asrama yaitu masa berkeluarga, atau sudah mempunyai istri, dan anak-anak. Ketika anak-anaknya sudah mandiri, disitulah saatnya ia memasuki masa wanaprastin. Biasanya sudah berusia 50 tahun keatas.
Siapakah yang wajib mawinten ?
  1. Yang belajar Weda, membuat banten, mekidung, wajib mawinten dengan tataban banten Saraswati.
  2.  Yang menjadi pemangku di Sanggah Pamerajan, pregina tariansakral, undagi, pengayah Sulinggih, wajib mawinten dengan tataban banten Bebangkit.
  3. Yang menjadi pemangku di Pura atau Kahyangan Tiga, Jero Gede, Jero Bhawati, Jero Dalang, wajib mawinten dengan tataban banten Catur.
Makna banten tataban pawintenan
Banten tataban pawintenan bermakna sebagai penuwur Ida Bhatara yang dimohonkan sebagai pemberi kewenangan dan pesaksiatas upacara pawintenan. Bila menggunakan banten Saraswati, kita memohon kehadiran Bhatari Saraswati sebagai shakti Brahma. Bila menggunakan banten Bebangkit kita memohon kehadiran Bhatari Durga sebagai Dewi Uma, shaktiBhatara Siwa. Bila menggunakan banten Catur kita memohon kehadiran Bhatara Catur Dewata yakni: Ishwara, Brahma, Mahadewa, dan Wisnu. Makin tinggi tingkat tataban pawintenannya, maka makin beratlah kewajibannya melaksanakan yama dan niyama brata. Mengenai pengertian yama-niyama brata, harap baca tulisan saya tentang Satyam, Siwam, Sundaram.
Urutan upacara pawintenan
  1. Sudah melakukan upacaramanusa yadnya lengkap bagi pasangan yang mawinten
  2. Nyumbah kedua orang tua yang masih hidup. Ini dilakukan karena bila nanti sudah mawinten dia tidak boleh nyumbah layon (bila ortunya meninggal dunia)
  3. Mapiuning dan nunas panugrahandi Sanggah Pamerajan dan di Pura-Pura yang dipandang perlu
  4. Mejauman ke Nabe yang akan melaksanakan upacara pawintenan
  5. Urutan Upacara pawintenan
    1. Mabeakala, tujuannya: mensucikan stula dan atma sarira tahap pertama.
    2. Mapetik (mepotong rambut), tujuannya:  mensucikan stula sarira, dan memberi tanda adanya peningkatan status sebagai manusia yakni dari seorang walaka menjadi seorang ekajati.
    3. Merajah, tujuannya: menstanakan aksara-aksara suci (modre) di anggauta tubuh tertentu, sebagai persiapan nuwur Ida Bhatara pesaksi.
    4. Matemayut, tujuannya: mengikat panca mahabhuta danpanca tan matra yang ada di tubuh ybs. dengan norma-norma agama: trikaya parisuda, yama-niyama brata, waspada pada musuh-musuh: sad-ripu, sapta-timira, dasa-mala, dll.
    5. Masalempang, tujuannya:  meresapkan makna kesucian skala dan niskala.
    6. Me-sangga-urip, tujuannya: menyiapkan kedudukan Ida Bhatara pesaksi di Siwa-Dwara
    7. Mapadamel dengan sad rasa, tujuannya: menyiapkan sang mawinten agar mampu menjalani kehidupan yang baik/tentram, yakni: tahan menderita (rasa pahit), tahan pada kesusahan (rasa asam), tidak mudah marah (rasa pedis), disiplin (rasa sepet), suka belajar (rasa asin), dan tidak sombong bila berhasil (rasa manis)
    8. Mejaya-jaya, tujuannya: memohon kesucian Sapta-Gangga, yakni cipratan tirtasiwamba, sebagai symbol kesucian tujuh sungai suci di India: Gangga, Sindu, Saraswaty, Yamuna, Godawari, Narmada, dan Sarayu
    9. Metapak, tujuannya: menstanakan Bhatara di Siwa Dwara sang mawinten, dan sebagai tanda (tapak) maka Nabe meletakkan padma angelayang di ubun-ubun (siwa dwara) sang mawinten.
    10. Makarowista, tujuannya: mengukuhkan pe-tapakan dengan symbol Ongkara
    11. Makalpika, tujuannya: memohonkan umur panjang bagi sang mawinten
    12. Mabija, tujuannya: memohon panugrahan Bhatara Wisnu agar sang mawinten hidup makmur dan sejahtera.
    13. m. Masamadi, tujuannya: natab banten pawintenan, dan mohonwara nugraha Bhatara.
Berpuasa
Selama tiga hari setelah upacara pawintenan, ybs. wajib berpuasa “mutih” yakni dengan hanya memakan nasi putih dengan air daribungkak nyuh gading.
Masida Karya dan Matirta yatra
Sore dihari ketiga, sang mawinten natab banten sida karya sebagai tanda berakhirnya prosesi upacara mawinten. Setelah masida karya, esoknya dilanjutkan dengan matirta yatra ke Pura-Pura atau tempat suci menurut keyakinan dan tradisi masing-masing warga.

Kewajiban seorang istri menurut hindu.

Dalam Wanaparva disebutkan seorang ibu rumah tangga juga disebut sebagai Dewi dan Permaisuri. Dewi artinya istri sebagai sinar yang menentukan keadaan rumah tangga. Istri sebagai Permaisuri yaitu yang mengatur tata hubungan, tata grha, tata bhoga, tata keuangan dll. Istri mempunyai peran yang sangat penting dalam keluarga Hindu.
Kata istri berasal dari kata stri, Stri dalam bahasa sanskerta berarti “Pengikat Kasih”, Istri dalam keluarga sebagai penjaga jalinan kasih sayang kepada suami dan anak-anaknya. Seorang anak haruslah ditumbuhkan jiwa dan raganya dengan curahan kasih ibu.

Kewajiban Istri Menurut Weda

Dalam Kitab Suci Weda telah dijelaskan kewajiban atau tugas  seorang istri, yaitu sebagai berikut :
  1. Wahai mempelai wanita, dengan kedatanganmu ke rumah suamimu, semogalah kamu menjadi petunjuk yang terang terhadap keluarganya. Membantu dengan kebijaksanaan dan pengertian, semogalah kamu senantiasa mengikuti jalan yang benar dan hidup yang sehat dalam rumahmu. Semogalah Hyang Widhi menghujankan rahmat-Nya kepadamu.(Atharwa Weda XIV.2.27).
  2. Wahai penganten wanita, datangilah dengan keramahanmu seluruh anggota suamimu. Bersama-samalah dalam suka dan duka dengan mereka. Semoga kehadiranmu di rumah suamimu memberikan kebahagiaan dan keberuntungan kepada suamimu, mertuamu laki-laki dan perempuan dan menjadi pengayom bagi seluruh keluarga. (Atharwa Weda XIV.2.26).
  3. Seorang wanita, istri atau ibu juga hendaknya berpenampilan lemah lembut dan menjaga dengan baik setiap bagian tubuhnya. “Wahai wanita, bila berjalan lihatlah ke bawah, jangan menengadah dan bila duduk tutuplah kakimu rapat-rapat”(Rgveda VIII.33.19).
  4. Wahai istri, tunjukkan keramahanmu, keberuntungan dan kesejahtraan, usahakanlah melahirkan anak. setia dan patuhlah kepada suamimu (Patibrata), siap sedialah menerima anugrah-Nya yang mulia” (Atharvaveda XIV.1.42)
  5. Sungguhlah dosa besar jika seorang istri berani terhadap suaminya, berkata kasar terhadap suaminya. “Hendaknya istri berbicara lembut terhadap suaminya dengan keluhuran budi pekerti” (Atharvaveda , III.30.2).
  6. Sebagai seorang istri tahan ujilah kamu, rawatlah dirimu, lakukan tapa brata, laksanakan Yajna di dalam rumah, bergembiralah kamu, bekerjalah keras kamu, engkau akan memperoleh kejayaan” (Yajurveda XVII.85).
  7. Jadikanlah rumahmu itu seperti sorga, tempat pikiran-pikiran mulia, kebajikan dan kebahagiaan berkumpul di rumahmu itu”(Atharvaveda VI.120.3).
  8. Seorang istri hendaknya melahirkan seorang anak yang perwira, senantiasa memuja Hyang Widhi dan para dewata, hendaknya patuh kepada suaminya dan mampu menyenangkan setiap orang, keluarga dan mengasihi semuanya.(Reg Weda X.85.43).
  9. Seorang istri sesungguhnya adalah seorang cendekiawan dan mampu membimbing keluarganya”(Rgveda VIII.33.19)
  10. Wahai para istri, senantiasalah memuja Sarasvati dan hormatlah kamu kepada yang lebih tua” (Atharvaveda XIV.2.20)
Pada kesepuluh point diatas, pada point terakhir dijelaskan “hormatlah kamu kepada yang lebih tua”. Mengartikan jika kalian adalah seorang istri hendaknya mampu mencintai dan menyayangi bapak dan ibu dari suami kalian, seperti kalian mencintai anak mereka (suami). Seorang istri mempunyai peran penting dalam keharmonisan rumah tangga. Jadilah pemersatu keluarga dan pemberi kebahagiaan. Seperti yang telah disebutkan pada point ke dua “Semoga kehadiranmu di rumah suamimu memberikan kebahagiaan dan keberuntungan kepada suamimu, mertuamu laki-laki dan perempuan dan menjadi pengayom bagi seluruh keluarga.”
Semoga artikel ini dapat bermanfaat. Kewajiban suami dalam Hindu akan dijelaskan pada artikel selanjutnya. Jika terdapat penjelasan yang kurang tepat atau kurang lengkap. Mohon dikoreksi bersama. Suksma..
(sumber : paduarsana.com)
(Oleh Kelompok : III )
ABSTRAK
Penulisan ini khusus menjelaskan Peranan catur asrama dalam pendidikan jaman sekarang dengan konteks ajaran dalam agama hindu. Penulisan ini tentang makna catur asrama dalam pendidikan jaman sekarang. Deskripsi makna catur asrama yang diperoleh dari hasil pengamatan kepustakaan ini memberikan sumbangan informasi kepada umat Hindu tentang maknacatur arama sehingga konsep catur asrma yang ada dapat dimanfaatkan dala dunia pendidikan.
Catur Asrama sebagai Pedoman Hidup manusia atau jenjang hidup manusia dalam mencapai kesempurnaan hidup. Catur Asramayang terdiri dari brahmacari, grhastha, wanaprasta, dan bhiksuka.Keempat bagian catur asrama harus dilalui oleh setiap manusia, tidak semudah membalikan telapak tangan atau juga tidak seperti memakan cabai, sekarang digigit sekarang terasa pedasnya.
Tujuan hidup menurut ajaran Hindu sebagaimana dinyatakan dalam Brahma Purana adalah untuk mencapai dharma, artha,kama danmoksha. Empat tujuan hidup tersebut harus dicapai secara bertahap, melalui sistem sosial yang disebut asrama. Catur asrama yaknibrahmacari, grehasta, wanaprastadan biksuka atau sanyasin. Pada tahapan hidup brahmacari tujuan hidup lebih diutamakan pada pencapaian dharma, dalam hal ini pencarian atau penguasaan ilmu pengetahuan dan iptek. Berbeda halnya pada jenjang grehastha asrama yang lebih memprioritaskan pada pencapaian artha dan kama. Berbeda pula dalam tahapan hidup wanaprastha dan biksuka asrama. Pada jenjangwanaprastha dan biksuka, umat mempersiapkan diri untuk mencapai kelepasan dengan ikatan duniawi. 
I.Pendahuluan
Tujuan hidup manusia berdasarkan agama hindu adalah “moksartham jagadhita ya caiti dharmah” atau mencapai“jagadhita dan moksa”. Jagadhita berarti kesekahteraan jasmani dan moksa berarti ketentraman batin atau kehidupan abadi dengan menunggalnya Atman dengan Brahman. Dengan demikian tujuan hidup manusia dapatdiartikan sebagai usaha untuk mencapai kesejahteraan jasmani, ketentraman batin dan kehidupan abadi dengan manunggalnya Roh dengan Ida Sang Hyang Widhi Nesawan ( 1988:61).
Moksartham jagadhita ya ca iti dharmah lalu menjadi ajaran tentang tujuan hidup manusia. Catur asrama merupakan jenjang kehidupan seseorang atau masyarakat. Tahap, tingkat atau jenjang kehidupan ini dihubungkan dengan umur, tingkat ilmu pengetahuan suci, tingkat spiritualitas atau rohani, sifat dan perilaku atau moralitas seseorang. Semua tingkat atau jenjang kehidupan itu dipengaruhi oleh proses perkembangannya sebagai manusia sejak lahir sebagai bayi, kemudian meningkat semakinbesar menjadi anak-anak, lalu baru berubah menjadi anak baru gede (ABG), sehingga menjadi dewasa, kemudian berumah tangga dan mempunyai anak, lalu menjadi tua dengan tingkatan moral dan spiritual yang semakin tinggi dan semakin matang.
Dalam agama hindu jenjang atau tatanan kehidupan manusia diatur dalam empat tingkatan, sebagai fase-fase yang harus dilalui dalam kehidupan. Mulai dari fase pertama, kemudian menuju fase kedua, lalu fase ketiga baru ke fase keempat. Semua tahapan itu harus dilalui mulai dari awal kelahirannya sampai pada akhir hayatnya secara berurutan dan tidak mungkin diputar balik.
Manusia dalam mencapai hidupnya harus melalui beberapa tahapan hidup yang disebut dengan catur asrama yaitu brahmacari, grhastha, wanaprasta, dan bhiksuka. Keempat pembagian catur asrama itu tentunya mempunyai suatu tujuan didalamnya untuk umat hindu terutama didalam hal Pendidikan yang berkembang jaman sekarang.
II.Pembahasan
2.1Pengertian Catur Asrama
Untuk mewujudkan cita-cita Hindu Dharma mencapai Jagadhita dan Moksha, maka setiap umat Hindu diajarkan mencapai empat tujuan hidup. Empat tujuan hidup itu disebut catur purusartha yaitu dharma, artha, kama dan moksha. Empat tujuan hidup ini hanya dapat dicapai melalui tahapan-tahapan hidup sesuai dengan pertumbuhan manusia itu sendiri. Tahapan-tahapan itu disebut catur asramaWiana (1997:53).Catur asramaberasal dari kata catur yang artinya empat dan asrama artinya “usaha seseorang. Yang dimaksud dengan usaha seseorang dalam pengertian catur asrama adalah usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seseorang pada tiap-tiap asrama. Bentuk dan jenis usaha hidup yang harus dilakukan pada masing-masing asrama sangat berbeda sesuai dengan catur purusartha yang ingin dicapai pada tiap-tiap asrama.
Catur Asrama mempunyai empat bagian yaitu yang pertama 1)Brahmacari Asrama. Brahmacari asrama merupakan suatu masa kehidupan berguru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan weda. Weda mengajarkan ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebahagiaan, material (jagadhita) dan juga mengajarkan tentang tujuan hidup kerohanian (moksha) Wiana(1997:54).Dalam masa kehidupan brahmacari ini yang paling diutamakan atau yang diprioritasikan adalah dhrama, artha, kama dan moksha. Sedangkan moksha belum menjadi pusat perhatian. Masa kehidupan brahmacari diutamakan untuk mengetahui kewajiban, kebenaran dan kebajikan yang semuanya itu disebut dharma. Tattwa dyatmika adalah ilmu pengetahuantentang rahasia spiritual untuk meningkatkan kedewasaan rohani dalam menghadapi perjalanan hidup ini.
Bagian kedua yang dilakukan adalahGrahasta, yakni hidup berumah tangga artinya boleh mempunyai isteri dan anak, boleh mempunyai pembantu dan memupuk kebajikan yang berhubungan dengan diri pribadi dengan kemampuan yang dimilikinya. setelah dilakukannya dharma grahasta, lalu seseorang menjadi wanaprasta, dalam hal ini beliau pergi dari desa dan menetap di tempat yang bersih dan suci terutama di gunung atau hutan, mendirikan pertapaan sebagai tempatnya melakukan Pancakarma (lima macam perawatan dan pengobatan) dan mengurangi nafsu keduniawian serta mengajarakan kerohkanian atau dharma. Setelahwanaprasta seseorang akhirnya menjadi bhiksuka, seseorang meninggalkan pertapaanya dan tidak lagi terikat dengan keduniawian, tidak mengaku mempunyai pertapaan, tidak merasa mempunyai sisya, tidak merasa mempunyai ilmu pengetahuan karena semua itu ditinggalkannya.
Dalam pelaksanaanya, pembagian empat sistem pelapisan masyarakat hindu termaksud diatas dapat berkembang menjadi dua atau tiga tingkat saja dan tidak bersifat mutlak, yang masing-masing mempunyai alasan dan pertimbangan tertentu ( Pudja, 1981:281). Empat lapisan masyarakat dimaksud dapat menjadi seperti berikut : Brahmacari-Grahasta-wanaprasta-samnyasa, brahmacari-grihasta-wanaprasta/samnyasa, brahmacari wanaprasta /samnyasa, brahmacari-grihasta.
Kalau diperhatiakn sekarang ini, rasanya pelapisan masyarakat yang terbanyak adalah bentuk yang ke empat, yaitu brahmacari-grahastasedangkan lapisan yang pertama menduduki posisi yang terkecil atau paling sedikit jumlahnya Suhardana (2007:146). Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelasnya, dibawah ini akan disampaikan lebih terperinci mengenai catur asrama.
2.2 Bagian-bagian catur asrama
Tattwa adyatmika adalah berfungsi untuk mengembangkan sifat-sifat baik untuk membangun watak dan karakter yang luhur. Sedangkan guna widya berfungsi untuk mengembangkan bakat-bakat pembawaan untuk menjadi ketrampilan yang profesional. Orang yang profesional serta memiliki watak yang luhur merupakan sumber daya manusia yang diharapkan oleh zaman yang semakin maju.
Tujuan belajar agama hindu adalah untuk diamalkan secara individual maupun secara sosial. Manusia hidup dalam kesendiriannya dan hidup dalam kebersamaannya. Dalam hidup kesendirian itulah agama sangat dibuthkan agar kesendirian itu mendapatkan tuntunan agar pikiran, perasaan, dan budi dapat tertuntun ke arah yang benar sehingga kesendirian itu dapat menumbuhkan hal-hal yang baik agar dapat berdaya guna demi kehidupannya sendiri maupun untuk mengabdi dengan sesama. Dalam kehidupan bersama pun agama sangat dibuthkan juga. Dalam hidup bersama manusia harus mampu berbeda saling lengkap melengkapi. Harus dihindari perbedaan yang saling bertentangan. Kalau perbedaan yang saling lengkap-melengkapi itu dapat ditumbuhkan maka kebersamaan itu, akan produktif untuk hal-hal yang berguna baik bagi individu yang bersama maupun bagai kebersamaan itu sendiri.
Bagian-bagian dalam catur Asramaadalah
1.Brahmacari
Brahmacari yaitu suatu masa kehidupan berguru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan weda. Weda mengajarkan ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebahagiaan, material (jagadhita) dan juga megajarkan tentang tujuan hidup kerohania (moksha). Dalam masa kehidupan brahmacari ini yang paling diutamakan atau yang diprioritaskan adalah dharma, artha, kama dan moksha. Sedangkan moksa belum menjadi pusat perhatian. Masa kehidupan brahmacari diutamakan untuk mengetahui kewajiban, kebenaran dan kebajikan yang kesemuanya itu disebut dharma. Tattwa dyatmika adalah ilmu pengetahuan tentang rahasia spiritual untuk eningkatkan kedewasan rohani dalam mengahadapi perjalanan hidup ini.
Tattwa adytmika adalah berfungsi untuk mengembangkan sifat-sifat baik untuk membangun watak dan karakter yang luhur. Sedangkan untuk membangun watak dan karakter yang luhur. Sedangkan guna widya berfungsi untuk mengembangkan bakat-bakat pembawaan untuk menjadi ketrampilan yang profesional. Orang yang profesional orang yang profesional serta memiliki watak yang luhur merupakan sumber daya manusia yang diharapkan oleh zaman yang semakin maju.
Dalam naskah berbahasa jawa kuna yang bernama agastia Parwa kita mendapatkan keterangan tentang brahmacari yang lebih lengkap sebagai berikut:
Brahmacari ngaranya sang sedeng mangabyasa sanghyang sastra, muang sang wruh ring tingkahing sanghyang aksara samangkana kramanya sang brahmacari ngaranya. Kunang sang sinangguh brahmacari ring loka ikang tang sanggraheng wisaya istryadi, yeka brahmacari ring loka. Kunang ikang brahmacari waneh sinangguh brahmacari caranam, paraning atmapradesa sang kesepania, sang yogiswara sira brahmacari ring sastrantara ring sastrajna.
Artinya.
Brahmacari namanya orang yang sedang mempelajari ilmu pengetahuan (sastra) dan yang mengetahui prihal ilu huruf (aksara), orang yang demikian pekerjaannya bernama brahamcari. Adapun yang dianggap brahmacari di dalam masyarakat ialah orang yang tidak terikat nafsu keduniawian, tidak beristri. Sedangkan brahmacari carana artinya menuntut ilmu pengetahuan kerohanian (atmapradesa. Sang yogiswara, beliau brahmacari di dalam berbagai ilmu (sastrantara) dan di dalam kebijaksanaan (sastrajna).
Jadi berdasarkan isi Agastya Parwa diatass, yang dimaksud brahmacari itu sangat luas pengertiannya, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a.Orang yang mempelajari ilu pengetahuan dan ilu tentang hidup.
b.Orang yang terlepas dari nafsu keduniawian seperti tidak beristri disebut brahacari ring loka.
c.Orang yang menuntut ilmu pengetahuan kerohanian disebut dengan nama brahmacari caranam.
d.Sang yogiswara yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan (sastrantara) dan ilmu pengetahuan kebijaksanaan (sastrajna) disebut juga brahmacari.
Di dalam penjelasan sloka pertama dari naskah slokantara disebutkan adanya tiga macam brahmacari yaitu :
a.Sukla brahmacari merupakan orang yang tidak kawin seumur hidupnya bukan karena cacat badan seperti wangdu, bahkan ia tidak pernah membicarakan tentang perkawinan sampai di hari tuanya.
b.Sewala brahmacari ialah orang yang kawin hanya sekali saja meskipun ditinggal mati oleh istrinya.
c.Krsna brahmacari adalah orang yang kawin lebih dari sekali, dan paling banyak empat kali.
Prof. Dr. Y. Gonda dalam bukunyasanksrit in indonesia, membagi brahmcari itu menjadi empat yaitu,sukla brahmacari, Trsna brahmacari, sewala brahmacari, dan grahasta brahmacari. Gonda tidak menggunakan krsna brahmacari tetapi trsna berati cinta terus menerus meskipun istrinya telah meninggal. Sedangkan grahasta brahmacari adalah orang yang tidak menjauhkan dirinya dengan seks dalam perkawinan.
Dalam lontar wrtisesana, pembagian brahmacari sama dengan slokantara tetapi,sedikit ada perbedaan pengertian mengenai sewala brahmacari dan trsna brahmacari. Dalam lontar wrttisesana yang dimaksud dengan sewala brahmacariadalah tidak kawin selama menuntut ilmu pengetahuan. Akan tetapi setelah masa berumah tangga tiba, maka ia akan kawin dengan maksud mendapatkan keturunan dan juga ia tahu tentang puja-puja sanggama, tentang waktu dan tepat untuk itu, dan mengetahui pula siapa-sipaa yang patut dikawini untuk medapatkan keturunan yang baik.
Dari beberapa penjelasan naskah tersebut diatas, meskipun ada sedikti perbedaan penjelasan, namun hakikat brahmacari itu adalah suatu usaha untuk mendapatkan ilmu pengetahuan suci dalam melanjutkan hidup termasuk dalam perkawinan. Perilaku seseorang dalam Kitab Suci Veda, yaitu selalu berpikir bersih, dan jernih dan hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja serta tidak memikirkan masalah-masalah keduniawian. Karena itu, maka agar pikiran terpusat hanya kepada pelajaran, seorangbrahmacari tidak dibenarkan untuk kawin, berdagang ataupun berpolitik Suhardana (2006:31).
Jadi dapat dikatakan bahwa semasih seseorang menuntut ilmu pengetahuan tidak diperbolehkan untuk kawin atau menikah, karena sudah disebutkan diatas dalam Lontar Agastya Parwa orang yang brahmacari adalah orang yang tidak terikat oleh nafsu keduniawian dan tidak beristri dan tidak dibenarkan untuk kawin ataupun berpolitik.
2.Grahasta
Grahasta adalah hidup berumah tangga, bersuami-istri. Pada masa kehidupan grahasta kehidupan grahasta tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan artha dan memenuhi kama. Oleh karana itu, suatu rumah tangga belum dapat didirikan kalau belum siap dengan sumber artha berupa pekerjaan yang tetap yang memberi hasil yang memadai untuk menjalankan rumah tangga Wiana(1997:57). Demikian dengan kama yang menyangkut dorongan hidup seperti nafsu haus, lapar dan seks. Tiga golongan hidup ini harus dipenuhi dengan berlandaskan darma. Kama adalah salah satu media untuk mendapatkan kebahagiaan dan jangan sampai kama itu memperalat manusia (sang diri). Sang diri harus mampu membatasi kama. Manusia tanpa kama tidak akan dapat menikmati keindahan sejati dari hidup di dunia ini. Akan tetapi kalau kaa tanpa batas dan kendali, maka keindahan dunia ini akan terbalik menjadi sumber kehancuran.
Keluarga atau rumah tangga adalah bentuk hidup bersama yang merupakan lembaga sosial terkecil dan terpenting. Keluarga pada hakikatnya adalah lembaga pendidikan, tempat belajar agama hindu sehingga keluarga tersebut merupakan lembaga yang menumbuhkan terjalinnya pengabdian dan teraturnya peningkatan hidup setia dalam mencapai tujuan hidupnya. Karena itulah yang disebut keluarga. Kata keluarga artinya kata terjalin sedangkan rumah tangga adalah rumah tempat agar mampu mendaki kearah tujuan hidup yang lebih baik.
Dalam keluarga inilah wadah terpenting untuk belajar dan menerapkan pelajaran agama secara baik dan benar. Akar kemajuan masyarakat, negara dan dunia internasional adalah kemajuan keluarga itu sendiri. Dalam keluargalah kita belajar cara hidup yang sedemikian rupa ditengah orang banyak tanpa merasa sedih atau menyebabkan orang lain sedih. Dalam keluarga, kita belajar agama untuk memanfaatkan hidup ini untuk sebaik-sebaiknya. Keluarga adalah wadah pendidikan agama untuk mendayagunakan hidup bersama untuk meluhurkan budi guna meningkatkan dorongan atau kecendrungan hidup agar kualitas moral dan daya tahan mental spiritual semakin meningkat.
Demikianlah hidup dalam grahasta harus berlandaskan dharma. Grahasta tanpa landasan dharma akan mengakibatkan artha dan kama yang merupakan prioritas utama dalam grahasta menjadi sumber kehancuran garahasta itu sendiri.Jika dihubungkan bagian kedua(grahasta) dari catur asrama dalam dunia pendidikan akan bisa dilaksanakan seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa orang yang boleh menjalani grahasta adalah orang yang sudah siap dalam hal artha karena akan menyangkut kebahagiaan dala berumah tangga jika tidak terpenuhi kehancuran itu sudah akan didepan mata. Begitu pula dengan kama yang menyangkut dorongan hidup seperti nafsu haus, lapar dan seks. Tiga golongan hidup ini harus dipenuhi dengan berlandaskan darma. Jadi grahasat belum bisa dilaksanakan oleh siswa yang masih menuntut ilmu penegtahuan karena akan berpengaruh terhadap pribadinya dan kluarganya.
3.Wanaprasta dan Sanyasa (Bhiksuka)
Dalam kehidupan wanaprasta dan Sanyasa (Bhiksuka) tujuan utama dari kehidupan seseorang adalah untuk mencapai kebebasan rohani yang disebut moksha. Kehidupan wanaprastha merupakan persiapan awal untuk menuju moksha yaitu dengan mewariskan nilai-nilai yang positif untuk grhasitn-grhastin penerus, di sampaing itu mempersiapkan hal-hal yang mendasar untuk menghadapi masa akhir dari hidup ini dengan harapan mendapatkan moksha.
Tahap wanaprastha adalah masa menjauhkan diri dari kehidupan duniawai. Sedangkan masa sanyasa sudah berusaha melepaskan diri sama sekali dari kehidupan duniawi. Pada tahapan wanaprastha, usaha hidup yang paling utama adalah melepaskan diri secara bertahap dari nafsu indriawi, sedangkan pada tahapan sanyasa di samping melepaskan dari ikatan indriawi juga harus mulai melepaskan diri dari ikatan badan, karena fungsi badan perlahan-lahan akan semakin berkurang dan bagaimana pun harus kita iklaskan untuk melepaskan. Oleh karena itu pada masa Sanyasa asrama orang-orang tidak akan dapat memperoleh kesenangan hidup melalui alat-alat tubuhnya. Keindahan dan kenikmatan dunia hanya dapat diraih melalui alat-alat tubuhnya. Keindahan dan kenikamatan dunia hanya dapat diraih melalui alat-alat tubuh. Oleh karena fungsi alat-alat tubuh sudah sangat jauh dari yang diharapkan, maka harapan untuk mendapatkan kenikmatan hidup duniawi sudah tidak mungkin. Kenyataan inilah yang menharuskan masa sanyasa asrama melepaskan masalah artha dan kama. Harapan satu-satunya hanya bisa ditujukan pada dunia spritiual. Pada masa sanyasin inilah masa puncak keihklasan harus diberikan prioritas utama. Saat-saat mengakhiri hidup di dunia ini, setiap diri dari segala ikatan-ikatan dunia, kalau hal itu belum terwujud, dapat dipastikan orang akan digeluti oleh rasa takut dan gelisah untuk elepaskan dunia ini.
Orang yang berada di tingkatsanyasin adalah hanya benalu yang ada dimasyarakat, pandangan itu sangat keliru terhadap sanyasin.Hanya karena mereka tidak melaksanakan kerja “produktif”. Pandangan yang demikian timbul dari salah pengertian tentang tempatsanyasin dalam masayarakat kita. Seorang sanyasin adalah orang yang meninggalkan kekayaan dan segala kepunyaannya, dan melaksanakansanyasa. Bukan menjadi sanyasinuntuk menghindari tanggung jawab keluarga dan mendapatkan cara hidup yang mudah dengan jalan mengemis. Pendit(1993:53). Sanyasinyang sebenarnya adalah orang kuat yang mempergunakan waktunya untuk merenungkan Tuhan Yang Maha Esa, dan memberi petunjuk kepada orang lain ke jalan dharma. Ia harus melemparkan segala kegiatan pikirannya yang menyeret di ke jalan memperkaya keduniawian. Ia harus membebaskan dirinya dari pemeliharaan dirinya sekalipun. Ia tidak harus punya rumah, tidak harus memiliki keduniawian. Ia tidak memasak nasi sekalipun untuk didirinya sendiri. Ia harus hidup atas sedekah yang ia peroleh dari meminta-minta, seperti brahmacari.
Sesungguhnya, sanyasin danbrahmacari mempunyai “kewajiban” untuk meminta-minta (yatischa brahmacari chapakvannavamin vubhau). Masayrakat yang mempunyai tugas kewajiban baik memelihara ereka dengan jalan memberikan mereka makanan yang telah dimasak. Masayarakat memperoleh tingkatan yang tak terduga nilainya.
Di dalam proses meminta-minta ini seorang brahmacari mencapai vinaya(kerendahan hati), yang penting untuk tidak teralihkannya perhatian dari pendidikan dengan jalan mana ia akan menjadi anggota yang berguna dari masyarakat pada waktunya. Seorang sanyasain yang betul-betul hidup bersatu dengan jiwa, memiliki santi (kedamaian dan menuntun kehidpuan spritiual masayarakat dengan harmonisnya). Ia menjadi contoh nilai hidup yang tertinggi dan oleh karenanya menjadi milik masyarakat.
Demikianlah Catur Asrama yang merupakan empat tingkatan hidup yang bersifat formal dan tidak kaku dalam penerapannya da;am kehidupan sehari-hari. Dharma adalah dasar untuk mendapatkan artha, kama dan moksha. Tetapi sebaliknya, tanpa dharma artha, kama dan moksha, dharmapun tidak bisa dijalankan dengan sempurna. Tidak ada swadarma (kewajiban) atau kebanaran yang dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa artha dan kama. Misalnya menuntut ilmu pengetahuan ataupun berdana punia adalah perbuatan dhara tetapi kesemuanya itu baru dapat dilakukan kalau ada artha dan kama (keinginan atau semangat). Demikian pula Moksha yang berasal dari bahsa sansekerta dari urat kata : mucch artinya bebas tanpa ikatan. Kebebsan tersebut adalah kenyataan yang setiap saat diperjuangkan oleh manusia. Untuk mendapatkan kebebasan yang paling ideal, mebutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh dan bertahap.
Misalnya seorang murid atau siswa kelas satu. Pertama-tama yang harus diperjuangkan adalah untuk mendapatkan kebebasan dari semua ikatan pendidikan yang berlaku di kelas satu. Kalau ia berhasil mentaati semua ikatan itu iapun akan bebas dan naik tingkat ke kelas dua. Demikain pula dikelas berikutnya, mereka pun berjuang untuk mentaati segala ikatan berupa kewajiban-kewajiban edukatif dan kalau ia berhasil iapun akan lepas dari ikatan kewajiban di kelas dua dan dapat meningkat untuk duduk dikelas tiga. Demikianlah dan seterusnya sampai ia tamat dan mencapai puncak cita-citanya sebagai seorang murid. Demikian pula moksha, di mana dan kapanpun selalu diikat oleh kewajiban-kewajiban itu adalah ikatan suci yang kalau dapat ditaati akan dapat memberikan kebebasan bertahap kepada pelaku-pelakunya.
Dalam konsepsi Pendidikan Agama Hindu telah mengenal adanya sistem-sistem yang amat mendasar dalam menumbuhkan pengetahuan yang terdapat di dalamnya. Dalam pendidikan Hindu kita mengenal adanya catur asrama sebagai landasan konsepsional pendidikan hindu dharma dimana di dalamnya menyangkut jenjang pendidikan seumur hidup, dari tingkat anak-anak sampai menjelang mati. Catur asrama merupakan sutau usaha ataua upaya seseorang sesuai dengan tingkatan hidupnya.Masing-masing asrama mempunyai swadarmanya sendiri-sendiri. Tiap asrama atau tingkatan hidup akan dapat berhasil dengan baik apabila ditunjang oleh ilmu pengetahuan, kecakapan, ketrampilan dan sikap yang benar dan tepat yang relevan dengan masing-masing asrama.
2.2Catur Asrama Dalam Pendidikan Jaman Sekarang
Catur asrama terdiri dari empat bagian yaitu Brahmacari, grahasta, wanaprasta dan sanyasin atau bhiksuka. Brahmacari adalah orang yang sedang membiasakan atau (mempelajari dengan cermat), ilmu pengetahuan dan mengetahui tentang ilmu huruf. Di dalam masyarakat orang yang dianggap seorang brahmacari adalah orang yang tidak terikat oleh nafsu keduniawaian Punyatmadja (1994:11). Grahasata masa untuk membangun rumah tangga, wanaprasta adalah masa untuk melepaskan diri dari nafsu keduniawaian sedangkan sanyasa merupakan masa-masa sudah terikat lagi dengan semuanya.
Dalam Hukum Manu dikenal ada dua jenis guru yaitu, guru yang mengajar untuk mendapatkan penghasilan disebut upadhayaya dan yang lain dibayar tanpa bayaran yang disebutacharya. Guru bertugas atau sebagai sebuah teladan bagi murid-murid. Murid-murid disebut antevasim,seseorang yang hidup didekat guru. Ia umumnya adalah orang yang tidak kawin dan berjalan dijalan ilmu pengetahuan untuk penebusan dosa yaitu Brahmacari Triguna (2000:164).
Catur asrama kaitannya dalam Pendidikan Jaman sekarang adalah Masa Muda kesempatan untuk memilih . Masa muda pada umumnya memiliki bentuk angan-angan atau pemikiran yang amat luas, berbagai keinginan dan berandai-andai apabila terjadi pernikahan nanti. Hubungan antar manusia melahirkan pergaulan. Dalam bergaul faktor perhatiansangat menentukan, peragulan biasanya diawali dengan perkenalan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas jadi semasih seseorang menuntut ilmu pengetahuan tidak diperbolehkan untuk menikah, karena masih belu siap baik mental maupun artha dan yang lainnya. Masa brahmacari adalah dimana masa-masa untuk menuntut ilmu pengetahuan sampai mati nantinya.
Brahmacari merupakan jenjang pertama dalam kehidupan manusia yang dilaksnakan sebelum memasuki Grahasta atau hidup berumah tangga, brahmacari ini hendalah dilakukan selagi masih muda. Masa muda merupakan masa yang baik untuk belajar karena belum ada yang mengikat, otak serta pikiran sedang tajam, seperti kehidupan rumput ilalang. Diwaktu muda sedang tajam, sedangkan setelah tua menjadi tumpul. Oleh karena itu, gunakan masa muda dengan sebaik-baiknya untuk belajar dengan istilah Asewakaguru atau aguron-guron. Di dala tingkatan brahmacari ini guru mendidik para siswa atau murid dengan petunujuk kerohanian, kebajikan, amal, pengabdian dan semuanya itu didasari dengan dharma atau kebenaran. Di dsamping guru memberikan berbagai ilu pengetahuan kepada siswanya. Dalam sistem brahmacari lebih menekankan pada pembentukan pribadi manusia yang tangguh dan handal serta memiliki berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian. Pengetahuan yang didapat dan dimiliki tersebut bisa dijadikan untuk mencari nafkah nantinya sehingga mampu untuk mandiri dan menajalani jenjang Grahasta.
Dalam brahmacari para siswa dilarang mengumbar hawa nafsu seks, namun diusahakan semua kekuatan jasmani sebagian besar untuk pembentukan kecerdasan otaka tersebut”Oyas Sakti”. Oyas Sakti adalah suatu tenaga yang bercaha yang mempunyai kekuatan besar untuk menimbukkan kecemerlangan berpikir dari kerja otak, jadi oyas sakti mendkukung kekuatan berpikir Tim penyusun (2004:72).
Spirit catur asrama sesungguhnya masih tetap penting dimaknai dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang. Artinya, dalam kehidupan masyarakat yang dipengaruhi oleh berbagai perubahan, spirit nilai yang dikandung dalam konsep tersebut menjadi penting dipedomani.
Dalam tahapan hidup brahmacari, misalnya, generasi muda Hindu memang sudah seharusnya berkonsentrasi penuh untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan berbagai keterampilan diharapkan dapat dijadikan bekal dalam mengarungi hidup berumah tangga (grehasta). Dalam tahapan sedang menuntut ilmu, hal-hal yang seharusnya baru bisa dilakukan saat grehasta hendaknya dihindari, seperti hubungan suami-istri.
Tugas seorang brahmacari adalah belajar, menuntut ilmu setinggi-tingginya.Hubungan seks baru boleh dilakukan manakala seseorang sudah menginjak masa grehasta (berumah tangga). Hubungan seks yang benar dalam masa grehasta adalah untuk memperoleh keturunan yang suputra. Pada saat tajamnya pikiran itulah berbagai ilmu dengan mudah dikuasai. Demikian mestinya umat Hindu menjalankan sistem sosialnya yang telah diwarisi konsep catur asrama yang demikian bagusnya. Spirit nilai yang terkandung dalam konsep itu masih sangat strategis dimaknai dalam konteks kekinian. 
Ketika pengaruh global melanda semua sisi kehidupan, tampaknya spirit itu masih sangat relevan digunakan sebagai pegangan. Misalnya, ketika kemajuan teknologi sangat deras mempengaruhi kehidupan generasi muda, benteng yang bisa diandalkan adalah nilai-nilai pendidikan, terutama budi pakerti,'' katanya.  Masa brahmacari inilah kesempatan emas bagi generasi muda untuk menimba ilmu pengetahuan setinggi-tingginya, termasuk dalam bidang agama. Jika benteng pertahanan itu sudah kuat, sederas apa pun arus global menerjang, anak-anak akan selamat. Anak-anak tidak akan mudah terperosok pada pemakaian obat-obatan terlarang, pergaulan atau seks bebas dan sebagainya.
Hindu telah mewariskan pembabakan atau termin tingkat hidup disesuaikan dengan perkembangan psikologis dan intelektual umat yang dikenal dengancatur asrama, brahmacari, grehasta, wanaprasta dan biksuka. Terutama dalam tahapan brahmacari, dunia pendidikan mesti menjadi perhatian utama. Sebab, ilmu pengetahuan merupakan lentera dalam menerangi gelapnya kehidupan (http://www.Catur Asrama a/9-.html. )
Sementara pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi peningkatan mutu SDM. Bagaimana bisa bersaing jika SDM Hindu tidak berkualitas. Melalui pendidikanlah kualitas diri bisa ditingkatkan. Pada saat brahmacari-lah ilmu pengetahuan mesti digali sebanyak-banyaknya. Tetapi bukan berarti belajar berhenti pada masa brahmacari. Belajar tetap sepanjang hayat.
Pendidikan menjadi sesuatu yang penting dalam Hindu, sehingga anak yang dilahirkan menjadi generasi yang suputra. Bahkan, proses pendidikan (pendidikan prenatal) itu sudah berlangsung saat terjadi pembuahan.Maka, dalam ritual Hindu dikenal istilah magedong-gedongan. Selama masa kehamilan, dalam teologi Hindu ada sesuatu yang bisa dipedomani, misalnya si ibu tidak boleh dibuat terkejut dan sebagainya. Ketika lahir, ada tahapan-tahapan perlakukan terhadap anak-anak. Kapan ia diperlakukan sebagai rajasemua kemauannya dituruti. Kapan ia diperlakukan sebagai ''budak'', bisa disuruh untuk mengerjakan sesuatu, dan kapan ia dijadikan sebagai teman. Umumnya, ketika anak-anak menginjak usia remaja orangtua memperlakukannya sebagai teman. Berbagai kesulitan yang dialami, dicarikan jalan pemecahannya.
Jadi pada masa brahmacari itulah kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) saatnya dikembangkan. Dalam hal ini orangtua sangat besar perannya dalam pengembangan semua kecerdasan itu. Terutama kecerdasan spiritual, orangtua memiliki peran yang strategis dalam mengembangkannya. Karena itu, di rumah, anak-anak mesti dilibatkan pada hal-hal yang bersifat spiritual seperti dalam pembuatan bahan-bahan ritual sehingga SQ-nya berkembang dengan baik.
Dalam masa brahmacari, semua kecerdasan hendaknya dikembangkan secara seimbang, sehingga anak-anak menjadi generasi yang utuh. Lagi pula, keberhasilan anak-anak dalam melakoni hidupnya kemudian (masa grehasta) tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual. Dua kecerdasan lainnya yakni EQ dan SQ, juga besar perannya.
Sementara pada masa brahmacari, umat lebih fokus pada pencarian artha dankama. Namun, dalam pencarian artha dan kama itu dasarnya tetap dharma.Pencarian artha itu selain untuk melangsungkan kehidupan, juga untuk membiayai pendidikan anak-anak, selain didana-puniakan dan disisihkan untuk kepentingan yadnya.
Sementara pada saat menapaki kehidupan wanaprasta, umat sesungguhnya dituntun untuk mengasingkan diri dari hal-hal yang berbau keduniawian. Dulu, menapaki hidup wanaprasta umat pergi ke hutan untuk menyepikan diri. Tetapi dalam konteks sekarang, ''hutan belantara'' itu berada di tengah-tengah kita.Agar umat mampu menghindari diri dari kobaran api hawa nafsu, memang memerlukan pengendalian diri. Pada usia yang sudah lanjutlah, umat cocok sekali mendalami hal-hal yang berbau spiritual.
Hal yang sama juga pada masa wanaprasta, umat sangat tepat melakukan upaya kontemplasi atau perenungan-perenungan. Selain itu pada tahapan wanaprasta dan biksuka asrama, umat sangat baik mendalami  hal-hal yang bernuasa spiritual untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.
Sementara pada masa brahmacari, umat mesti lebih banyak mengejar ilmu mempelajari buku-buku. Sebab, buku itu merupakan jendela dunia. Dengan banyak membaca, belajar dan berguru, niscaya generasi muda Hindu mampu menjadi anak yang suputra yakni anak yang berguna bagi nusa dan bangsa.Dengan berbekalkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, umat tidakakan mengalami kesulitan dalam persaingan global. ''Dulu, saya ingat waktu sekolah anak-anak di-drill intelektualnya dengan aksara dan wariga. Hal itu strategis untuk membangkitkan logika berpikir.
Pesraman kilat perlu dibangkitkan lagi ketika musim liburan sekolah. Dari kegiatan itu anak-anak sekolah diharapkan mendapat lebih banyak hal-hal yang bernuansa Hindu. Mengingat usia anak-anak merupakan masa aktualisasi diri, tampaknya hal-hal yang berbau lomba atau kompetisi cukup strategis dalam memancing minat untuk mempelajari hal-hal yang bernuansa agama.
Skema dari Catur Asrama
Menjalani hidup suci Sanyasa/Bhiksuka

Berumah Tangga Wanaprasta

. Perguruan Tinggi
. SMK/SMU
Brahmacari
. SMP
. Sekolah Dasar
Taman kanak-kanak
Awalkehidupan
Proses
III.Penutup
3.1Simpulan
Untuk mewujudkan cita-cita Hindu Dharma mencapai Jagadhita dan Moksha, maka setiap umat Hindu diajarkan mencapai empat tujuan hidup yaitu Catur Asrama. Catur Asrama dari kata catur yang artinya empat dan asrama artinya “usaha seseorang. Yang dimaksud dengan usaha seseorang dalam pengertian catur asrama adalah usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seseorang pada tiap-tiap asrama. Bentuk dan jenis usaha hidup yang harus dilakukan pada masing-masing asrama sangat berbeda sesuai dengan catur purusartha yang ingin dicapai pada tiap-tiap asrama.
Catur Asrama mempunyai empat bagian yaitu 1) Brahmacarimerupakan suatu masa kehidupan berguru untuk mendapatkan ilmu pengetahuan weda. Weda mengajarkan ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebahagiaan, material (jagadhita) dan juga mengajarkan tentang tujuan hidup kerohanian. 2) Grahasta adalah hidup berumah tangga, bersuami-istri. Pada masa kehidupan grahasta kehidupan grahasta tujuan hidup diprioritaskan untuk mendapatkan artha dan memenuhi kama.3) Tahap wanaprastha adalah masa menjauhkan diri dari kehidupan duniawai. Sedangkan masa sanyasa sudah berusaha melepaskan diri sama sekali dari kehidupan duniawi. Pada tahapan wanaprastha, usaha hidup yang paling utama adalah melepaskan diri secara bertahap dari nafsu indriawi, sedangkan pada tahapan sanyasa di samping melepaskan dari ikatan indriawi juga harus mulai melepaskan diri dari ikatan badan, karena fungsi badan perlahan-lahan akan semakin berkurang dan bagaimana pun harus kita iklaskan untuk melepaskan.
Catur asrama kaitannya dalam Pendidikan Jaman sekarang adalah Masa Muda kesempatan untuk memilih . Dalam hal Brahmacariseseorang tidak boleh untuk melaksanakan suatu pernikahan, karena perlu mempersiapkan semuanya dari segi mental, artha dan kama.